Asal Mulo Luhak Terjadi
Dikisahkan
masa dulunya, tiga
orang anak raja
dari tanah Hindu
pergi keluar dari negerinya mencari
tanah jajahan baru.
Seorang bernama Seri
Maharaja Depang, bersama beberapa
pengiringnya menuju ke
arah timur, ke
arah benua Cina,
lalu menyeberang ke tanah Jepang.
Seorang lagi bernama
Seri Maharaja Alif
bersama pengiringnya pergi ke
benua Rum. Dan
yang seorang lagi
Seri Maharaja Diraja berlayar dengan
sebuah perahu menuju
ke arah matahari
terbit, mencari tanah daratan
bersama dengan lima
orang istrinya dan
beberapa orang pengiring, diantaranya ada
yang bergelar Cati
Bilang Pandai, dikarenakan
sangat pandainya orang tersebut.
Mereka semua adalah
satu kasta (tingkatan).
Dulunya, gelar Cati Bilang
Pandai hanya digelarkan
untuk orang Hindu
saja, tetapi kemudian
gelar tersebut juga dipakaikan kepada orang asli Minangkabau. Adapun
kelima orang istri
raja tersebut memiliki
tabiat dan perangai
yang berbeda-beda. Di dalam tambo dikisahkan sebagai berikut:
Seorang disebut
"Anak Rajo", dikarenakan
suka bersolek dan suka
memilih, terutama dalam hal
makanan. Dia amat
span dan santun
kepada Seri Maharaja.
Seorang disebut
"Harimau Campo", karena
kelakuannya "bagak" (pemberani,
pemarah), bahkan juga kepada Seri Maharaja.
Seorang disebut
"Kambiang Hutan", karena
suka berulam-ulam daun
kayu dan makan sirih.
Seorang disebut "Kuciang
Siam", karena suka berjemur ditempat panas dan mendekat-dekat kepada Seri
Maharaja.
Seorang disebut "Anjiang Yang
Mualim", karena suka
berkehendak ini itu dan memberengut, bahkan juga kepada Seri
Maharaja.
Sekian lama
berlayar, sampailah mereka
di Pulau Andalas
(Pulau Perca). Namun, sebelum sampai di daratan, kapal mereka
tersekat oleh karang di Pesisir Barat pulau, lalu rusak. Maka,
bermusyawarahlah semuanya bagaimana
cara memperbaiki perahu
tersebut. Cati-Cati Bilang Pandai-pun
berfikir, bagaimana cara
terbaik dalam pekerjaan tersebut. Lalu
bertitahlah Seri Maharaja
kepada seluruhnya, bagi
siapa yang mengepalai pekerjaan perbaikan
perahu dan dapat
memperbaiki perahu seperti
sedia kala, maka akan diangkat sebagai menantunya. Lalu
pekerjaan perbaikan itu
dimulai. Setelah selesai,
mereka meneruskan pelayarannya dan
sampai ke daratan.
Lalu mereka mencari
perkampungan yang ada di daerah tersebut. Masa itu, belum ada yang membuat jalan
dikarenakan takut akan kedatangan musuh sampai
ketempatnya. Karena itu,
mereka terpaksa masuk
rimba ke luar
rimba, naik gunung turun
lembah. Suatu ketika,
mereka melihat cahaya
api di pinggang
Gunung Merapi. Segeralah mereka
menuju ke tempat
tersebut.
Rupanya
sudah ada yang membuat
perkampungan di tempat
tersebut. Kedatangan mereka
disambut dengan ramah oleh
penduduk di kampung tersebut. Dikarenakan rombongan
Seri Maharaja lebih
pandai dari orang-orang
yang di kampung tersebut,
maka banyaklah ditunjukkan
peraturan-peraturan yang berguna. Oleh karena itu, penduduk asli
kampung itu suka bergaul dengan rombongan tersebut dan menurutkan
peraturan yang mereka
buat, sehingga kampung
itu menjadi aman dan teratur. Menurut cerita, daerah tersebut tempatnya di
daerah Pariangan. Tanahnya datar dan dilingkungi aur duri. Disana,
juga dibuat tiga
buah sumur, juga
disebut dengan luhak
sebagai tempat mengambil air
minum dan untuk
mandi. Satu pada
tempat yang datar,
dinamakan "Luhak Tanah Data",
satu lagi dinamakan
"Luhak Agam", karena
banyak tumbuh batang agam
(sejenis mansiang, yang dapat
dibuat sumpit atau
tikar) dan satu
luhak lagi airnya jernih
dan terletak dibawah
batu. Ketiga aliran
sumur itu bertemu
pada suatu tempat yang dinamakan "Labuhan si Tambago". Waktu
terus berjalan, kelima
orang istri raja
melahirkan masing-masing satu
orang anak perempuan. Makin
lama, penduduk makin
bertambah dan yang
datang juga makin banyak
sehingga kampung itu
menjadi ramai dan
teratur. Setelah dewasa, kelima orang
putri raja dikawinkan
dengan lima orang
Cati Bilang Pandai
yang memperbaiki perahu raja dulu.
Karena penduduk semakin ramai, maka sepakatlah Seri Maharaja, Cati
Bilang Pandai dan orang-orang tua untuk mencari tempat baru, mengatur taratak
jadi dusun, dusun jadi koto dan koto menjadi negeri dalam alam ini. Maka, putri raja yang ibunya Harimau Campo,
bersama suaminya dan beberapa orang lainnya
yang bersumur di
Luhak Agam, turun
ke balik Gunung
Merapi. Masing-masing mencari
dusun untuk tempat tinggal. Maka, tempat itupun dinamakan dengan Luhak
Agam. Anak raja
yang ibunya Kambiang
Hutan, bersama suami
dan lima puluh
orang pengikutnya berangkat dari dusun itu menuju ke arah hilir dibalik
Gunung Sago. Lima orang anggota rombongan
tersebut meneruskan perjalanan
ke Bangkinang dan mendirikan negeri
disana, dengan nama
Limo Koto. Sedangkan
rombongan mendirikan daerah baru yang diberi nama Luhak Limo Puluah. Ketika inilah muncul pengertian baru
untuk luhak, yaitu
kurang, karena pengikut
yang tadinya telah berkurang dari lima puluh. Anak raja dari Anjiang Yang Mualim, bersama
suaminya dan beberapa orang pengikut turun kesebelah selatan, ke daerah yang
dinamai "Kubuang Tigo Baleh", karena telah ada tiga belas dusun dan
koto disana. Anak raja
dari Kuciang Siam
bersama suami dan
pengikutnya pindah ke
daerah Canduang Lasi. Sedangkan yang seorang lagi tinggal disana, dan
kampung telah diberinama dengan Luhak Tanah Data, yang akan mengatur dusun dan
koto-koto disebelah selatan Gunung Merapi.
Luhak Tanah Data,
sebagai luhak yang
paling tua, dikiaskan
dengan, aienyo janieh, sayaknyo landai, ikannyo bakilek,
buminyo dingin. Luhak
Agam dikiaskan dengan Aienyo karuah, ikannyo lia, buminyo
hangek. Luhak Limo Puluah sebagai luhak yang paling baru dikiaskan dengan
Aienyo janieh, ikannyo jinak, buminyo tawa. Adapun
orang-orang Hindu itu
juga mengajarkan juga
kepercayaan, kesenian dan kebudayaannya, sehingga sampai sekarang
masih ada yang menghormati dewa-dewa, hantu,
jin dan setan.
Juga, masih ada
yang mempercayai batarak
(bertapa), tempat-tempat sakti
seperti batu-batu besar,
kayu-kayu besar atau
anak air. Selain
itu, juga percaya akan
ilmu kuat dan
kebal, tuah atau
keramat senjata, burung,
binatang-binatang, permata-permata dan lainnya. elain
itu, orang Hindu
itu juga mengajarkan
cara menghias diri,
mengasah gigi, mengikat (mengepang)
rambut, memberi lubang
telinga untuk mengenakan
subang (anting).
Karena makin berkembang dan
bertambahnya penduduk dan tempat tidak muat lagi, maka sebagian
turun membuat dusun
di Patamuan. Lama-kelamaan, karena
makin bertambah juga, maka turun membuat koto di Lagundi Bida dan
dinamakan "Lagundi Nan Baselo". Tempatnya di atas Pariangan sekarang
ini. Maka disusunlah
peraturan-peraturan negeri dan
isinya, yang dikatakan
dengan kiasan: Dima banamo
baringin sonsang, disinan
nan banamo bukik
nan indak barangin, lurah
nan indak baraia,
basirangkak hitam kuku,
nan babuayo hitam daguk Disinan
mulo anjing manyalak,
disinan mulo basobok
banto nan barayun, alamaik tanah subur untuak ka sawah Oleh ninik-ninik
tersebut, dibuatlah sawah
luas setumpak, yang
kemudian diberi nama "Sawah
gadang satampang banih",
yang jadi makanan
penduduk pada Luhak Nan
Tigo (Luhak Tanah
Data, Luhak Agam
dan Luhak Limo
Puluah) ketika datang berkumpul dan bermusyawarah di Balai
Nan Panjang. Sekian lama, dusun tersebut
menjadi koto, dan dinamai dengan Koto Kaciak. Diantara Koto Kaciak
dengan Lagundi Nan
Baselo terdapat sebuah
aliran sungai "Batang Bengkaweh". Inilah yang
menjadi kata-kata kiasan: Aie gadang
manangah koto, kilek-mangkilek kasieknyo,
aienyo janieh tapiannyo suci,
batu gadang basusun-susun, batu
ketek tindih-manindih, anak pinang
balirik, baringin liritan
payuang, anak kubang
selo-manyelo, tampek banaung katiko kapanasan, tampek bataduah katiko
kahujanan Adapun daerah sebelah
selatan Gunung Merapi,
yang bernama Luhak
Tanah Data, juga dibagi-bagi,
yaitu Ranah Batusangka,
Batipuh Sapuluah Koto,
Lintau dan Buo, lalu ke Sumpur Kudus, masuk juga Duo
Puluah Koto dengan Kubang Tigo Baleh, lalu ke
Koto Nan Sambilan
dan Koto Tujuah,
Supayang, Alahan Panjang,
lalu ke RanahSungai
Pagu. Kebesarannya berdaulat
Yang Dipertuan Raja
Alam, yaitu Raja Pagaruyung. Dari Luhak Tanah Data dan Batipuah Sapuluah
Koto manurun (menyebar) ke Padang, Ujung
Karang, Pauh, Koto Tangah,
Sintuak, Lubuak Aluang,
Toboh, Pakandangan, Ulakan, Kurai
Taji dan Pariaman. Orang Kubuang Tigo
Baleh menyebar pula ke Tarusan, Salido hingga Aie Haji. Adapun
daerah dibalik Gunung
Merapi dan Gunung
Singgalang yang menjadi
Luhak Agam, menyusur Bukit Barisan
ke bagian utara
menuju Pasaman. Yang
termasuk di dalamnya adalah
Agam Tuo, Tujuah
Lurah Salapan Koto,
masuk pula Lawang
dan Matur, menurun ke
Maninjau, bernama Ampek
Koto dan Anam
Koto, Bonjol dan Kumpulan.
Ada pula yang
jatuh ke Suliki.
Kebesaran Luhak Agam
adalah "Urang Gadang", diperintah
oleh Tuan Gadang
di Batipuh, Nan
malenggang indak tapampeh, nan
tagak indak tasondak,
urang baraja ka
hatinyo, urang basutan dimatonyo, bagala Harimau Campo Koto
Piliang. Dari Luhak Agam menyebar ke
Padang, Ulakan, Kurai Taji, Tiku, Pariaman, sampai ke Sikilang, Aie
Bangieh. Luhak Limo Puluah yang terletak
di daerah hilir, dibalik Gunung Sago, kebesarannya adalah "ba
Datuak", yaitu setinggi-tingginya pangkat adalah "Datuak". Luhak Limo Puluah dibagi tiga:
1. Luhak
Mulai dari Simalanggang sampai ke
Taram. Masuk di
dalamnya Buayan Sungai
Balantiak, Sariak -
Tambun Ijuak, Koto Tangah, Batu Ampa, Durian Gadang - Babai, Koto Tinggi - Aie Tabiak, Sungai Kamuyang, Situjuh
- Banda Dalam,
Limbukan - Padang
Karambia, Sicincin - Aue Kuniang, Tiakar - Payo Basam, Taram -
Bukik Limbuku, tiga dengan Batu Balang, Payokumbuah - Koto Nan Gadang.
2. Ranah
Mulai dari Simalanggang sampai ke Tebing Tinggi
Mungkar. Masuk di dalamnya Gantiang -
Koto Laweh, Suliki - Sungai Rimbang, Tiakar - Balai Mansiro,
Tayeh - Simalanggang,
Piobang, Sungai Baringin,
Gurun - Lubuk Batingkok,
Tarantang dengan Sarilamak, Selok - Padang Laweh.
3. Lareh
Mulai dari Taram sampai ke Pauh
Tinggi. Masuk di dalamnya Gaduik -
Tabiang Tinggi, Sitanang - Muaro Lakin, Halaban dengan Ampalu, Surau - Labuah
Gunuang. Dari Luhak Limo
Puluah menyebar pula
ke Kuok, Bangkinang,
Salo, Aie Tirih
dan Rambio. Rantau yang
lima ini disebut
juga dengan Limo buang Aie,
yang baraja ke
Banda Siak, babako (garis
keturunan bapak) ke
Limo Paluh, baibu
ke Pagaruyung. Balainya di Pangkalan Koto Baru. Dari
Luhak Nan Tigo
inilah menyebar ke
Rantau yang diberi
nama Rantau Mudiak dan Rantau Hilir. Adapun
yang diberi nama
dengan Rantau Hilir dalah daerah
sebelah timur Luhak, mulai
dari Muaro Takuang
Hilia, Tanjuang Simaliru
mudiak dan Pulau
Punjuang, Siguntua, Sungai Jambu,
Lubuak Ulang-Aling, Duriang
Siluang, Lubuak Gadang, Nangko, Aka
Japang, Lubuak Malaka,
Bidarak Alam, Muaro
Ikua, Abai, Dusun Tangah,
Sungai Kunyik, Koto Rambau,
Buluah Kasok dan banyak lagi rantau sebelah ke hilir, hingga
Durian Takuak Rajo.Yang bagian ke Kampar adalah Kampar Kiri, Kampar Kanan,
Pangkalan dan Gunuang Sahilan,
Kuantan, Batang Hari,
Siak, Indragiri, dan
ada pula di
tanah Melaka. Disitu sampai
sekarang yang diberi
nama dengan Rantau
Minangkabau, Baradaik pusako turun ka kamanakan, yaitu Negeri
Sembilan. Adapun daerah Rantau Mudiak
ialah daerah bagian barat, yaitu Pesisir yang panjang, yakni sekalian
kuala, teluk, labuhan,
mulai dari lautan
Inderapura sampai ke
Banda Nan Sapuluah. Di
dalamnya termasuk Bayang,
Puluik-Puluik, Taratak, Tarusan, Lumpo, Salido,
Painan, Batang Kapeh,
Surantih, Ampiang Parak,
Kambang, Lakitan, Sungai Tunu,
Punggasan, Aie Haji
sampai ke Inderapura,
yang tiga lurah
Tapan, Lunang, Silauik, ke
utara sampai ke
Taluak Labuhan Tigo,
lalu ke rantau
Sikudidi, rantau Tiku, Pariaman,
rantau Pasaman di
dalamnya Padang, Ujuang
Karang, Pauh, Koto Tangah,
Sintuak, Lubuak Aluang,
Toboh, Pakandangan, Ulakan,
Kurai Taji, Tujuah Koto, Salapan
Koto, Tiku, Pariaman, terus ke Sikiliang, Aie Bangieh, Gunuang Malintang, terus
ke tanah darat,
yaitu Panti, Rao,
Lubuak Sikapiang, lalu
ke Batu Basurek, Sialang,
Balantak Basi, Gunuang
Patah Sambilan, sampai
ke Durian Takuk Rajo.
Dikarenakan negeri-negeri di
Luhak Nan Tigo itu negeri yang
tua, sedangkan negeri-negeri di rantau
adalah anaknya (perkembangannya), maka
tidaklah dapat orang-orang dari rantau masuk sebagai sumando
(beristri) ke negeri dalam Luhak, "anak tak boleh kawin dengan
ibu." Begitu juga
sesama negeri-negeri dalam
Luhak, negeri-negeri yang
lebih tua tidak dapat
menerima sumando (kawin)
ke negeri-negeri yang
lebih muda darinya,
"adik tak boleh kawin dengan kakak."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar